Mengenal 9 Srikandi Penerbang Indonesia
Memang tidak mudah bagi perempuan untuk bersaing dan menggeluti dunia kerja yang sejak dahulu didominasi oleh kaum pria. Apalagi jenis pekerjaan tersebut sering dihubungkan dengan kemampuan fisik yang dianggap maskulin, salah satunya berprofesi sebagai pilot.
Walau di Indonesia profesi pilot masih didominasi oleh kaum pria, namun Srikandi-Srikandi penjelajah langit seperti Ida Fiqriah, Agatha Asri Herini, Isma Kania Dewi, Sarah Kusuma, Allendia Traviana, Iin Irjayanti, Esther Gayatri Saleh, Fariana Dewi Djakaria dan Sekti Ambarwaty dapat membuktikan dirinya sebagai perempuan Indonesia yang tangguh dan mampu disejajarkan dengan kaum pria.
Untuk mengenal mereka, dibawah ini hasil penelusuran ulang beberapa data terkait sembilan Srikandi Penerbang Indonesia.
IDA FIQRIAH DAN AGATHA ASRI HERINI
Ida Fiqriah, 30 tahun, kini menjadi pilot wanita satu-satunya di maskapai Garuda Indonesia. Dia menikah dengan Ahsanul Muqaffi, seorang kapten polisi yang bekerja di Polres Jakarta Baratdan dikaruniai seorang anak namun Ida tetap terbang. Ida adalah sulung dari empat bersaudara. Orang tuanya guru sekolah dasar. Ida sempat kuliah di Jurusan Matematika Fakultas MIPA, Universitas Lampung. Kuliah yang ternyata hanya dilakoninya satu semester. Ia mendaftar ke Curug, dan lulus. Ada sembilan tahap yang harus dilaluinya dengan sistem gugur, termasuk bakat penerbang dan postur-tinggi minimal 165 cm, panjang kaki minimal 100 cm, sesuai standar duduk internasional. Kepadanya, dipercayakan pesawat besar Airbus 330 berpenumpang 300-an orang untuk diterbangkan ke seluruh penjuru dunia.
Sementara Agatha, selain seorang pilot, ia juga menjadi instruktur pilot di maskapai yang sama. Ia mendapat wewenang besar untuk meloloskan atau menggagalkan seorang pilot, pria dan wanita, untuk memegang sebuah pesawat
ISMA KANIA DEWI
Selepas lulus SMA Regina Pacis, Bogor, Isma Kania Dwei mendapatkan beasiswa untuk menuntut ilmu menjadi pilot di Pusat Latihan Penerbangan Curug di Tangerang hingga memperoleh Commercial Pilot License Multi Engine Instructor Rating. Pada tahun 1997 ia lulus sebagai Pilot Wanita Pertama dari Sekolah Penerbangan CURUG, Jakarta.
Ia lantas bergabung bersama Garuda pada tahun 1998 dan berhasil menerbangkan Boeing 737 300-400-500 series, pesawat komersil pertamanya.
Isma lahir tanggal 4 Oktober 1975, sejak kecil Isma senang sekali kalau melihat orang dengan seragam Pilot. Siklus hidup wanita ini ternyata sungguh mujur. Sempat menjadi pilot Qatar Airways. Ia telah menerbangkan pesawat hingga ke Austria, Rusia dan Abu Dhabi. Saat Isma menjadi piot Etihad Airways - United Arab Emirates.
SARAH KUSUMA
Sarah Kusuma, perempuan kelahiran Bandung, 3 Maret 1978. Selepas lulus dari SMA Negeri 7 Cikokol, Tangerang, pada tahun 2005, postur 165 sentimeter dan berat 52 kilogram.
Sebetulnya cita-cita utama perempuan kelahiran Bandung, 3 Maret 1988 itu adalah menjadi dokter. Tapi ia harus mengubur cita-cita tersebut karena kondisi keuangan orang tuanya tak memungkinkan mereka merogoh kocek hingga ratusan juta rupiah untuk membiayainya.
Karena itu, selepas lulus dari SMA Negeri 7 Cikokol, Tangerang, pada 2005, Sarah berupaya mencari tempat kuliah yang gratis. Sekolah Tinggi Penerbangan (STP) di Curug-lah yang kemudian dipilihnya
Sarah Kusuma termasuk pilot wanita muda, sudah menerbangkan Boing 737 tipe klasik, tapi juga yang mutakhir seperti Boeing 737 next generation.
ALLENDIA TRAVIANA
Wanita kelahiran Kupang, 10 November 1989, Sebenarnya untuk menjadi pilot bukan pilihan utamanya. Awalnya dia bercita-cita menjadi dokter gigi, oleh karena itu sempat diterima di Fakultas Psikologi Universitas Negeri Solo pada 2007. Tapi karena kalkulasi biaya, ia akhirnya memilih ke sekolah penerbang Aero Flyer Institute milik Batavia Air. Dia mengikuti ikatan dinas dengan Batavia selama 16,5 tahun sejak masa pendidikan selama dua tahun.
Anak bungsu dari M. Budi Kuntjo dan Mieke Radiana itu kini menjadi satu dari dua pilot perempuan di maskapai Batavia Air. Ia dipercaya menerbangkan Boeing tipe 737-300, 400, dan 500 untuk rute domestik.
IIN IRJAYANTI
Raden Roro Iin Irjayanti, Gadis cantik yang akan memasuki usia 27 tahun pada 4 November ini adalah satu dari dua pilot perempuan di maskapai Batavia Air, satu rekan dengan Allendia Traviana. Dia sempat mengikuti mengikuti kontes kecantikan dengan konsep Beauty, Brain, Behavior: Puteri Indonesia tahun 2010. Lulus Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia, Curug, Tangerang, angkatan 58 tahun 2004.
IIn berdomisilinya di Tangerang, Meskipun demikian ia menyebut dirinya orang Papua, karena lahir di Jayapura. Menjadi pilot adalah juga merupakan cita-cita almarhum ayahnya
Anak tunggal keturunan Keraton Kanoman Cirebon dari garis ayahnya ini ingin membuktikan bahwa perempuan bisa menonjolkan sisi feminin dan maskulin sekaligus. Iin yang menjalani sekolah penerbangan selama dua tahun dua bulan, terlatih sebagai taruni yang maskulin. Kemudian menjalani empat tahun profesi sebagai kopilot dengan 3.000 jam terbang, kini, sudah menerbangkan pesawat Boeing 737 seri 300-400,
ESTHER GAYATRI SALEH
Esther Gayatri Saleh (49 tahun). Ia merupakan seorang pilot penguji senior di PT Dirgantara Indonesia (DI). Esther bertugas sebagai pilot yang mengetes pesawat-pesawat baru. Dia juga bertugas untuk membuat manual untuk pilot-pilot pesawat komersil,
Esther pertama kali menikmati sensasi terbang pada 1984. Baginya, terbang adalah pengalaman yang luar biasa. Dengan terbang, keinginannya untuk melihat Indonesia terwujud sudah. Kini, ia menjadi penerbang perempuan pertama dengan jam terbang terbanyak, lebih dari 6.000 jam.
Menerbangkan pesawat yang belum pernah diterbangkan, kata Esther berbeda dengan tugas pilot komersial. Pilot komersial menerbangkan pesawat-pesawat yang sudah teruji sebelumnya. Hal ini lebih mudah, karena pesawat tersebut sudah disertifikasi dan aman untuk diterbangkan. Sedangkan dia harus menguji sejak pesawat itu jadi, baik menguji di darat, maupun di udara.
FARIANA DEWI DJAKARIA
Perempuan kelahiran Pariaman Provinsi Sumatera Barat ini mengaku, sejak dulu ingin menjadi penerbang. Cita-citanya menjadi penerbang, begitu kuat, apalagi selama ini dia banyak mendengar kalau perempuan tidak bisa menjadi penerbang helicopter. Dia adalah pilot helikopter pertama di TNI AU.
Sejak berdiri pada 12 Agustus 1963, Wanita angkatan udara (WARA) tidak lagi sekadar bertugas di belakang meja sebagai staf administrasi, guru bahasa, dokter atau bidang hukum. Para srikandi udara itu kini telah banyak yang berkiprah sebagai teknisi, pengawas lalu lintas udara dan penerbang. Untuk penerbang, para srikandi udara itu mayoritas dipercaya memegang kemudi pesawat angkut ringan seperti CN-235 dan Cassa 212.
Tentang impian lainnya, Fariana yang kini menjadi bagian dari Skadron 7 Pangkalan Udara (Lanud) TNI AU Suryadharma, Subang, bercita-cita menjadi instruktur penerbang wanita pertama.
SEKTI AMBARWATY
Letnan Satu (Lettu) Setia Ambarwati mungkin bisa jadi salah satu bukti bahwa kaum perempuan mampu pula berkiprah di bidang militer dan penerbangan. Perempuan yang biasa disapa Lettu Ambar itu sehari-hari memang bekerja di Skuadron 2 Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, sebagai penerbang.
Sekti lahir di Malang,18 Oktober 1983. Karier sebagai penerbang yang dijalani Ambar memang terbilang langka. Pasalnya, tahun 1985 hingga sekitar 2005, TNI Angkatan Udara (TNI AU) praktis tidak memiliki penerbang perempuan. Barulah setelah hampir 20 tahun terjadi kevakuman, TNI AU kembali mengaktifkan penerbang-penerbang perempuan untuk melengkapi skuadron-skuadron penerbangan mereka. Dan, Ambar menjadi satu dari sedikit perempuan yang terpilih untuk memperkuat skuadron penerbangan TNI AU.
Sumber
0 comments:
Post a Comment